UNTUK PERUSAHAAN ANDA, KAMI MELAYANI : 1. TRAINING MANUAL SOLDERING SKILL ; 2. TRAINING QC CIRCLE DAN QC FOR MANUFACTURING ; 3. TRAINING FOR PRODUCTION SYSTEM; 4. TRAINING APLIKASI DAN KETRAMPILAN ELEKTRONIKA . HUBUNGI KAMI DI ZAENALFADLY3@GMAIL.COM ATAU FADLY.ZAENAL@YAHOO.COM ATAU DI 085718729631

Senin, 18 Februari 2013

Prinsip pengontrolan ESD

Prinsip control ESD

Pada bagian sebelumnya, kita sudah membahas mengenai dasar pelepasan dan pengisian muatan electrostatic, jenis kegagalan, kejadian esD dan peralatan yang sensitive terhadap ESD. Berikuta adalah ringkasannya:
  1. Semua bahan dan bahkan konduktor bisa dimuati secara  triboelectrical
  2. Level muatannya dipengaruhi oleh jenis bahan, kecepatan sentuh dan lepas, kelembaban dan beberapa factor lain
  3. Pelepasan muatan elektrostatis bisa menciptakan problem catastrophic atau latent pada komponen  electronika
  4. Pelepasan muatan elektrostatis bisa terjadi secara menyeluruh pada saat manufacturing, test, shipping, handling, atau  operational processes
  5. Kerusakan komponen bisa terjadi sebagai hasil dari pelepasan muatan dari komponen lain atau dari discharge komponen tersebut kepada komponen lain.
  6. Setiap komponen sangat bervariasi dalam hal tingkat sensitivitasnya terhadap ESD.
Dengan dasar pemahaman ESD dan dampak ESD dilingkungan, kita bisa mengembangkan program control ESD yang efektif. Berikut adalah ulasannya.

Prinsip dasar pengontrolan muatan elektrostatis
Kadang-kadang, pengontrolan ESD pada lingkungan elektronika sudah menjadi tantangan sehari-hari. Akan tetapi tugas mendesign dan mengimplementasikan program control ESD bisa menjadi sangat kompleks jika kita focus pada 4 prinsip dasar kontrolnya. Inti dari ESD adalah:  "Usaha apapun yang akan kita lakukan, muatan statis akan selalu berusaha untuk mencari jalan dalam pelepasan muatan statisnya .

1.    Prinsip pertama : Design dalam ImmunitasPrinsip pertama adalah dengan mendesign product dan assembly se tahan mungkin terhadap pengaruh ESD. Hal ini termasuk tahap penggunaan peralatan dengan sensitivitas yang kecil terhadap ESD atau penyediaan proteksi yang cukup terhadap device, board, assembly dan equipment.  Dengan kemajuan technology, maka product akan semakin kecil dan geometry yang complex cenderung lebih sensitive terhadap ESD.
2.    Prinsip ke dua: Eliminate and Reduce Generation    Dasar umumnya : Jika tidak ada muatan, maka tidak ada pelepasan muatan. Hal ini dimulai dengan menurunkan sebanyak mungkin prosess triboelektrik seperti sentuh dan lepas dari 2 bahan yang berbeda di lingkungan kerja. Kita jaga prosess dan bahan lain dengan potensial listrik yang sama, karena pelepasan muatantidak akan terjadi pada bahan dengan potensial yang sama atau tidak ada beda potensial. Kita buatkan ground paths seperti wrist straps, lantai ESD dan permukaan meja yang ESD untuk menurunkan pembangkitan muatan dan akumulasinya.

3.    Prinsip ke tiga : Dissipasi and Neutralisasi muatan electrostatic dengan aman.Grounding yang bagus dan penggunaan konduktive atau bahan dissipative memainkan peran utama. Contohnya: karyawan yang selalu “membawa” muatan dilingkungan kerjanya bisa secara langsung mendissipasi jika menggunakan wrist strap atau jika lantainya menggunakan ESD mat dan memakai sepatu yang ESD. Muatan akan langsung menuju ground dan kecil kemungkinan untuk discharge ke komponen lain. Untuk mencegah kerusakan komponen, laju pelepasan muatan harus dikontrol dengan material static dissipative.  Untuk beberapa material seperti plastic dan insulator lainnya, grounding tidak bisa menghilangkan muatan elektrostatis karena tidak ada jalan konduktivitasnya. Untuk itu, ionisasu digunakan untuk menetralisir muatan pada bahan2 insulator. Proses ionisasi membangkitkan ion positive dan negative yang bisa ditarik ke permukaan benda, sehingga menetralisir muatan.


4.    Prinsip ke empat : Melindungi produkSalah satu cara untuk melindungi produk adalah dengan pembuatan grounding yang bagus untuk men dissipasi  pelepasan muatan. Cara kedua adalah dengan design packaging yang bagus serta penanganan produk yang tepat.  Bahan packaging dan handling ini bisa secara efektif melindungi produk dari muatan dan juga menurunkan pembangkitan muatan listrik akibat pergerakan produk selama process atau guncangan saat delivery.

Jumat, 01 Februari 2013

J-SOX

J-SOX
J-SOX adalah kependekan dari   Japan – Sarbanese Oxley. Artinya adalah Versi Japan dalam Undang undang SOX. 
SOX disebut secara resmi sebagai, “Undang-undang Reformasi Akunting Perusahaan Publik dan Perlindungan Investor".  Dan J-SOX adalah istilah yang diberikan pada hukum yang mengharuskan perusahaan untuk memperkuat Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan untuk mencegah kecurangan dan kesalahan-kesalahan.
a. Hukum pengaturan J-SOX : bagian dari Undang-undang Instrumen keuangan dan Bursa”
b. Pengendalian Internal adalah Sistem manajemen internal  dalam menjamin tata kelola perusahaan yang sehat.
Syarat-syarat untuk pemenuhan J-SOX
Mensyaratkan untukmemastikan pelaporan keuangan yang dapat dipercaya”. Dengan cara Perencanaan dan pelaksanaan dari suatu sistem untuk persiapan yang layak dari “Financial Statementsgabungan dan  tujuan serta pengecekan terus menerus dari sistem itu.

Sistem pengaturannya :
a.     Diatur oleh grup perusahaan secara menyeluruh
b.    Diatur melalui struktur organisasi dan rutinitas kerjanya

Sistem pelaksanaannya :
a.       Dilakukan oleh  manajemen dan auditor eksternal
b.       Berdasarkan dokumen-dokumen yang menggambarkan keadaan dari pengendalian internal dan bukti- buktinya. Dengan Identifikasi dari resiko dan kontrol (visualisasi).
c.      Untuk membuktikan Apakah sistem pengendalian internal terlaksana dengan efektif dan  memastikan Adakah kelemahan secara materiil yang berpengaruh kepada pelaporan keuangan

Perkembangan J-SOX
 
U.S.
Japan
2001
Enron (kecurangan pembukuan)
2002
WorldCom (kecurangan pembukuan)
SOX (UU Sarbanes-Oxley) ditetapkan
2003
UU Surat Berharga dan Pasar Uang (Financial Services Agency) dikenalkan sebagai “sertifikasi oleh sistem perwakilan perusahaan”
2004
Memperkuat SOX
Seibu Railway (kesalahan laporan tahunan)
2005
Kanebo (kecurangan pembukuan)
Business Accounting Council (Agen Servis Keuangan) menetapkan “Internal Control Committee” nya
2006
Perubahan UU SOX
Livedoor (kecurangan pembukuan)
Undang-undang Instrumen keuangan dan Bursa ditetapkan (Juni)
2008
Undang-undang Instrumen keuangan dan Bursa digunakan (April)


Apakah itu “Financial Reporting?
“Financial Reporting” and “Financial Reports” adalah Laporan Eksternal dari “Financial Statements” dan Infromasi penjelasan dan lainnya yang mempunyai efek besar pada reliabilitas “Financial statements.” => Informasi yang ada pada Laporan Tahunan.
Laporan keuangan meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, dan catatan-catatan yang terkait.
Information Penjelasan meliputi informasi perusahaan (kecendrungan pada data penting keuangan) dan informasi yang berhubungan dengan kondisi bisnis (hasil bisnis, etc.).






Financial re
Overview of Internal Control Over Financial Reporting
Untuk membuat  Company-level controls and  company-level period-end financial reporting process controls, dimulai dengan pengontrolan terjadinya transaksi  pada bagian Sales, procurement, production inventory dan financial. Process transaction tesb mengikuti aturan sbb:

 

Tahapan Financial reporting adalah sbb :

Pada Tahap Transaksi, Process level control dibagi pada process :
1.       Sales, yang meliputi sub process :
-          Order-taking
-          Shipping       
-          Sales accounting         
-          Billing            
-          Credit collection          
-          Credit / debt management        
2.       Procurement, yang meliputi :
-          Ordering
-          Acceptance inspection
-          Purchase accounting
3.       Production inventory, tergantung dari kondisi perusahaan
4.       Financial, yang meliput:
-          Currency risk mgmt.  
-          Period-end accounting, yaitu Allowances, Impairment of fixed assets,  Tax calculation, tax effect, dsb
-          Consolidated closing, yaitu  Intercompany eliminations,  Unrealized profit eliminations           

Pada prosess period end financial reporting, ada beberapa prosess yang harus dilakukan :
-          Closing adjustment                    
-          Rearrange presentation                             
-          Prepare financial statements                    
-          Obtain consolidation package                 
-          Enter consolidation entries                       
-          Prepare consolidated financial statement                             

Tujuan dari Internal control pada financial reporting:
1.       Reliabilitas financial reporting, yaitu dengan memastikan reliabilitas dari informasi yang dapat memiliki efek besar pada “Financial Statements”
2.       Efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan bisnis yaitu  dengan mempromosikan efektifitas dan efisiensi operasional dalam mencapai tujuan kegiatan bisnis
3.       Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku, yaitu dengan mempromosikan pemenuhan hukum, peraturan yang berlaku dan kode etik lainnya yang terkait dengan kegiatan bisnis
4.       Usaha perlindungan terhadap aset-aset, yaitu dengan memastikan bahwa aset-aset diperoleh, digunakan dan dibuang sesuai dengan prosedur yang tepat dan disetujui
Komponen dasar dari Internal control :
1.       Kontrol Lingkungan, yaitu dengan cara pengaturan iklim  dari organisasi yang mempengaruhi kesadaran kontrol dari setiap orang yang ada di dalamnya
2.       Penilaian resiko dan reaksi, yaitu dengan melakukan rentetan dari tujuan proses pada
A.      analisa dan penilaian faktor yang mewakili resiko yang dapat  efek kurang baik dari pencapaian tujuan organisasi
B.      memilih reaksi yang tepat resiko-resiko berdasarkan pada penilaian/ estimasi resiko
3.       Kontrol aktifitas, yaitu  dengan menetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa  order dan intruksi dari manajemen diikuti sesuai cara yang tepat
4.       Informasi dan komunikasi, yaitu dengan teliti dalam hal  identifikasi, pemahaman, pengolahan dan komunikasi dari informasi yang diperlukan melalui organisasi dan pihak-pihak terkait
5.       Monitor, yaitu dengan Secara terus-menerus  menilai apakah “Internal Controls” berjalan secara efektif.
6.       Tanggap pada IT, yaitu dengan memanfaatkan IT dalam operasional bisnis untuk memastikan komponen dasar lainnya dalam  fungsi “Internal Control “ secara efektif dan efisien

Company level control dan Process Level control
Internal Control dibagi kedalam 2 tingkat yaitu company level control  ( CLC ) dan Process level control ( PLC ). Untuk CLC dilakukan oleh Top management pada level organisasi. Sedangkan PLC berada pada level pelaksanaan yang berlangsung secara rutin.
1.      Company Level Control ( CLC )
Terdiri dari 2 bagian yaitu CLC  dan CFRC (Company-level period-end financial reporting process control ).  CLC adalah “Internal Controls” sebagai pondasi manajemen dari perusahaan yaitu Budaya yang membantu perkembangan kebijakan manajemen top, organisasi yang terkontrol, konsisten  pada strategi IT, merancang  organisasi IT, dll.
CFRC yaitu Secara total perusahaan pada  kebijakan dan prosedur  akuntan, pengetahuan PIC akuntan dan pengamanannya, pengesahan “period-end figures”, dll.
2.      Process Level Controls ( PLC )
Terdiri dari 3 bagian yaitu PLC, ITAC ( Information technology Application control ) dan ITGC ( Information technology General Control ). PLC adalah “Internal Controls” dilaksanakan sebagai bagian dari proses  bisnis (Fokus  pada resiko & kontrol dari setiap urutan proces).
ITAC yaitu  Kontrol yang melekat dari sistem  IT, dipakai dalam kerja (Cek konsistensi data, cek  pada  data master , dll.)
ITGC yaitu Manajemen dan kontrol pelaksanaan pada lingkungan dan sistem itu dipakai.
Hubungan antara CLC dan PLC :
a.       Company-Level Controls yang lemah tidak dapat melindungi terhadap berbagai resiko, berpotensi memiliki dampak besar pada kontrol di level pelaksanaan.
b.       “Company-Level Controls” memperkuat reliabilitas dari “Process-Level Controls